Minggu berikutnya, komunitas City Lens mengadakan photo walk di kawasan kota tua. Davin datang lebih awal, seperti biasa, tapi kali ini ada alasan tambahan: Nadya.

Ketika semua anggota berkumpul, ketua komunitas mengumumkan format acara. Mereka dibagi menjadi kelompok kecil untuk menjelajahi sudut-sudut kota. Kebetulan, Davin dan Nadya berada di kelompok yang sama, hanya berempat. Jantung Davin langsung berdegup lebih cepat, tapi ia menahan diri agar terlihat tenang.

Mereka berjalan menyusuri gang-gang sempit, memotret bangunan bersejarah, pedagang kaki lima, dan cahaya matahari yang menembus celah atap tua. Sesekali Nadya berdiskusi dengan Davin tentang angle yang bagus.
“Kamu coba dari sini deh, Vin,” katanya, menyebut namanya untuk pertama kali. “Cahayanya jatuh pas di bangunan itu.”

Davin menuruti arahannya, tapi diam-diam lebih fokus pada suara Nadya yang menyebut namanya dengan santai. Rasanya aneh sekaligus menyenangkan—seakan batas yang memisahkan mereka semakin menipis.

Di sebuah titik, Nadya meminta Davin memotretnya. “Bisa fotoin aku nggak? Buat kenang-kenangan,” katanya sambil tersenyum.
Davin merasakan sesuatu di dadanya melompat. Ini pertama kalinya ia memotret Nadya dengan izin langsung. Ia mengatur kamera, memastikan cahaya jatuh lembut di wajahnya, lalu menekan tombol shutter. Klik.

Hasilnya memukau. Senyum Nadya yang selama ini hanya ia lihat dari kejauhan kini tertangkap penuh, tanpa rasa bersalah yang biasanya menyertai. Davin menunjukkan hasil fotonya, dan Nadya terkekeh kecil.
“Bagus banget. Kayak versi terbaikku,” katanya, matanya berbinar.

Sejak saat itu, Davin dan Nadya semakin sering berbagi momen. Nadya tidak lagi sekadar wajah di layar laptop; ia menjadi sosok nyata dengan suara, tawa, dan cerita-cerita yang Davin perlahan kenal.

Namun, setiap kali pulang, Davin tetap membuka folder “Smile” di laptopnya. Foto-foto lama itu kini terasa berbeda—bukan lagi sekadar potongan kebahagiaan yang ia curi, tapi pengingat perjalanan panjang dari seorang pengagum rahasia menuju seseorang yang perlahan masuk ke dunia Nadya.

Di tengah semua itu, ada satu pikiran yang terus mengusiknya: Seberapa lama aku bisa menyimpan rahasia ini?