Minggu berikutnya, komunitas City Lens mengadakan photo walk di kawasan kota tua. Davin datang lebih awal, seperti biasa, tapi kali ini ada alasan tambahan: Nadya.
Ketika semua anggota berkumpul, ketua komunitas mengumumkan format acara. Mereka dibagi menjadi kelompok kecil untuk menjelajahi sudut-sudut kota. Kebetulan, Davin dan Nadya berada di kelompok yang sama, hanya berempat. Jantung Davin langsung berdegup lebih cepat, tapi ia menahan diri agar terlihat tenang.
Davin menuruti arahannya, tapi diam-diam lebih fokus pada suara Nadya yang menyebut namanya dengan santai. Rasanya aneh sekaligus menyenangkan—seakan batas yang memisahkan mereka semakin menipis.
Sejak saat itu, Davin dan Nadya semakin sering berbagi momen. Nadya tidak lagi sekadar wajah di layar laptop; ia menjadi sosok nyata dengan suara, tawa, dan cerita-cerita yang Davin perlahan kenal.
Namun, setiap kali pulang, Davin tetap membuka folder “Smile” di laptopnya. Foto-foto lama itu kini terasa berbeda—bukan lagi sekadar potongan kebahagiaan yang ia curi, tapi pengingat perjalanan panjang dari seorang pengagum rahasia menuju seseorang yang perlahan masuk ke dunia Nadya.
Di tengah semua itu, ada satu pikiran yang terus mengusiknya: Seberapa lama aku bisa menyimpan rahasia ini?