Malam itu, Davin duduk di depan laptopnya. Folder “Smile” terbuka, deretan foto Nadya memenuhi layar—rekaman dari masa ketika ia hanya seorang pengagum rahasia. Setiap foto punya cerita: momen-momen kecil di food court, stasiun, dan taman, yang menjadi penopang hari-harinya.
Tangannya menggantung di atas touchpad. Satu perintah delete saja, semua akan hilang.
Davin menutup mata, mengingat senyum Nadya yang terbaru—senyum yang ia abadikan beberapa hari lalu, ketika Nadya dengan sadar berdiri di hadapan kameranya. Senyum itu berbeda. Senyum itu nyata, dan miliknya.
Perlahan, Davin mulai memindahkan foto-foto lama itu ke Recycle Bin. Setiap kali ikon foto menghilang, ada rasa sakit sekaligus lega yang menghantam dadanya. Ketika hanya tersisa satu foto—Smile_17, foto viral yang pertama kali membuatnya jatuh—Davin berhenti.
Ia menatap foto itu lama, lalu berbisik pelan, “Terima kasih sudah ada… tapi aku nggak butuh lagi.”
Klik. Foto terakhir menghilang.
Davin menutup laptopnya, dadanya terasa lebih ringan daripada sebelumnya. Untuk pertama kalinya, ia tidak merasa terikat oleh masa lalu. Yang tersisa hanyalah Nadya yang nyata, Nadya yang ada di hadapannya sekarang.
Keesokan harinya, di komunitas, Davin mendekati Nadya yang sedang memeriksa kameranya. “Aku udah ambil keputusan,” katanya pelan.
Nadya menoleh, menatapnya penasaran. “Keputusan apa?”
“Aku udah hapus semuanya. Folder itu… nggak ada lagi.”
Untuk pertama kalinya, Davin merasa mereka berdiri di titik yang sama—tanpa rahasia, tanpa beban masa lalu. Hanya dua orang yang saling mengenal, dengan peluang untuk benar-benar melangkah maju.