Di layar laptop Davin, sebuah folder tersembunyi kini menjadi semacam dunia kecil yang hanya ia kenal. Ia menamainya sederhana: "Smile". Di dalamnya, lebih dari selusin foto Nadya—semuanya diambil diam-diam, masing-masing dengan cerita yang hanya Davin yang tahu.

Ada yang menampilkan senyuman lebar saat ia membaca sesuatu di ponselnya. Ada pula senyum samar, nyaris tak terlihat, saat ia memandang ke kejauhan, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Setiap foto membawa energi yang berbeda, tapi semuanya punya efek sama: sebuah tarikan halus yang tak bisa dijelaskan.

Malam itu, Davin menelusuri foto-foto itu satu per satu. Tangannya berhenti di file bernama Smile_08: Nadya tertawa kecil, mata menyipit, tangan menutup sebagian wajahnya. Apa yang membuatnya tertawa seperti itu? pikir Davin. Ia ingin tahu cerita di balik momen itu, suara apa yang ia dengar, kata-kata apa yang memicu tawa itu.

Davin merapatkan layar laptop, seolah ada orang lain di apartemen yang bisa melihatnya. Padahal ia sendirian. Ada rasa bersalah yang samar, perasaan bahwa apa yang ia lakukan mungkin tidak pantas. Tapi di sisi lain, ada kehangatan yang tidak bisa ia lepaskan—candu yang setiap hari ia pelihara diam-diam.

Di kantor, Reza sempat kembali menggoda.
“Bro, serius deh, akhir-akhir ini lu kelihatan… beda. Kayak ada sesuatu yang bikin semangat.”
Davin tersenyum hambar. “Nggak ada apa-apa.”
“Yaelah, palingan ada yang bikin senyum-senyum sendiri. Jangan-jangan gebetan baru?”
“Bukan,” jawab Davin cepat, mungkin terlalu cepat. Reza hanya mengangkat alis, jelas tidak percaya, tapi memilih tidak menekan lebih jauh.

Kadang, di tengah pekerjaan, Davin akan diam-diam membuka folder itu hanya untuk melihat satu atau dua foto. Rasanya seperti jeda napas di antara monoton harian. Seiring waktu, foto-foto itu bukan hanya koleksi visual—mereka menjadi pelarian, tempat di mana Davin merasa terhubung dengan sesuatu yang nyata, meski hanya lewat layar.

Malam semakin larut, Davin memandangi foto terakhir yang ia ambil hari itu, senyum yang begitu ringan seolah hanya menyapa udara. Ia menyandarkan tubuhnya, sebuah pikiran terlintas: Apa aku hanya pengecut yang bersembunyi di balik kamera?

Pertanyaan itu menggantung, tidak terjawab, sementara jari Davin secara refleks menambahkan satu lagi foto ke folder: Smile_13.