Seminggu berlalu, tapi Raka masih sering memikirkan sore itu. Ada bagian dari dirinya yang terus berharap bisa bertemu Aluna lagi, meski akalnya berkata itu hanya pertemuan singkat yang tidak perlu digenggam erat.
Sore itu, rutinitasnya kembali membawanya ke Café Celestia. Ia datang lebih awal, berharap mendapat kursi favoritnya. Begitu masuk, aroma kopi yang akrab menyambutnya, diikuti denting lonceng kecil di pintu—suara yang entah kenapa mengingatkannya pada pertemuan pertama itu.
Raka memilih meja di pojok jendela, membuka laptop seperti biasa, mencoba menulis. Tapi pikirannya kosong. Setiap kali ia menatap layar, bayangan senyum Aluna muncul, mengisi kekosongan itu dengan kenangan samar.
Lalu suara yang ia kenali memecah gumaman café.
“Raka?”
Ia mengangkat kepala. Aluna berdiri di sana, jaket biru muda di lengannya, ekspresi kaget bercampur senyum tak percaya.
“Aluna?” Raka spontan berdiri.
“Aku tidak menyangka kita bertemu lagi di sini,” katanya, duduk setelah Raka mempersilakan. “Kursi lain penuh lagi, jadi... sepertinya kita berjodoh dengan meja ini.”
Raka tertawa kecil, merasakan kehangatan aneh merayap di dadanya.
“Aku juga tidak menyangka. Rasanya... seperti déjà vu.”
Obrolan mereka mengalir lebih mudah dari sebelumnya. Mereka berbicara tentang hujan minggu lalu, tentang bagaimana café ini seperti “ruang aman” di tengah kota.
Aluna menatap sekeliling sambil tersenyum.
“Entah kenapa, café ini membuatku merasa seperti di dunia yang berbeda. Mungkin karena di sini waktu berjalan lebih lambat.”
“Atau mungkin karena kita sedang berada di tempat yang tepat,” jawab Raka pelan, nyaris tanpa sadar.
Sekilas keheningan tercipta di antara mereka—bukan karena canggung, tapi karena ada sesuatu yang tidak perlu diucapkan.
Sore itu berakhir tanpa hujan, tapi ketika mereka berpisah, Raka merasa ada sesuatu yang tertinggal lagi. Kali ini, Aluna menyimpan nomor kontaknya di ponselnya.
“Supaya kalau hujan mendadak, kita tidak harus menunggu kebetulan,” katanya sambil tersenyum.
Dan untuk pertama kalinya sejak lama, Raka pulang dengan perasaan ringan, seolah semesta sengaja memberi kesempatan kedua.