Davin menatap pantulan dirinya di layar laptop yang gelap setelah pemutaran foto terakhir selesai. Di balik layar itu, ia melihat seseorang yang hampir tidak ia kenali lagi: pria dengan mata sedikit merah karena begadang, menyimpan puluhan foto senyum perempuan yang bahkan belum tahu namanya.

Apa aku… aneh?

Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya selama beberapa hari. Di kereta, di kantor, bahkan di sela rapat yang membosankan, ia tak bisa mengusir rasa bersalah yang mulai merayap. Koleksi foto itu dulunya terasa seperti pelarian, tapi kini ada lapisan rasa tidak nyaman yang sulit ia abaikan.

Setiap kali membuka folder “Smile”, ada sensasi bercampur: hangat sekaligus mengganjal. Senyum-senyum itu sudah menjadi candu, namun di bawah permukaannya, ada ketakutan yang tumbuh—ketakutan bahwa apa yang ia lakukan mungkin melewati batas.

Di food court, ia kembali melihat Nadya. Senyum itu masih sama, tapi kali ini Davin merasa ada jarak yang lebih besar, seolah lensa kameranya bukan lagi jendela, melainkan tembok yang menghalangi. Ia mengangkat kamera, lalu menurunkannya lagi. Jemarinya gemetar sedikit.

Apa aku hanya pengecut yang bersembunyi di balik kamera?

Reza, yang duduk di depannya, memperhatikan perubahan ekspresi Davin.
“Bro, lu kenapa? Biasanya udah sibuk ‘nyari objek’ tuh kalo makan siang.”
Davin menggeleng pelan. “Entahlah, lagi nggak mood motret.”
Reza menyeringai tipis. “Atau mungkin lagi mikirin objek yang nggak bisa lu deketin?”

Ucapan itu menohok lebih dalam dari yang Davin harapkan. Sepanjang sore, pikirannya terus mengulang satu fakta sederhana: ia bahkan tidak tahu nama perempuan itu, tapi setiap detik ia memikirkannya, setiap malam ia menatap senyumnya.

Di rumah, Davin mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya: tidak membuka folder “Smile”. Ia bertahan hampir satu jam sebelum akhirnya menyerah. Saat layar menampilkan senyum itu lagi, ketakutannya semakin jelas: 

Apa aku benar-benar hanya pengagum rahasia yang terlalu pengecut untuk mengubah apa pun?

Malam itu ia tertidur dengan perasaan bercampur—rindu, candu, dan rasa takut yang semakin sulit diabaikan.