Aku tak pernah menyalahkanmu, Fana.
Dan aku juga belajar untuk tidak menyalahkan diriku sendiri.
Cinta yang kupelihara ini bukan jebakan, bukan harapan palsu, bukan obsesi yang buta.
Ia hanya rasa—tumbuh perlahan seperti embun di ujung daun, tak memaksa matahari untuk datang lebih cepat.
Kamu tak pernah tahu, dan itu bukan salahmu.
Kamu bersikap biasa saja padaku, karena memang aku hadir hanya sebagai siluet di latar belakang harimu.
Kamu tertawa, berjalan, hidup seperti biasa—dan itu tak pernah membuatku marah.
Sebab mencintaimu bukan berarti aku harus selalu terlihat.
Dan tidak kau sadari pun, aku tetap merasa lengkap.
Aneh, ya? Tapi begitulah adanya.
Banyak orang bilang aku bodoh.
Mencintai seseorang yang tak mencintaiku kembali, apalagi tanpa pernah mengungkapkan.
Tapi bagiku, tidak semua cinta harus menjelma jadi kisah.
Tidak semua rasa harus menjadi realita.
Ada yang cukup menjadi bagian dari doa malam.
Ada yang cukup dikenang dalam diam.
Dan justru karena tak pernah benar-benar terjadi, perasaan ini menjadi begitu murni.
Tidak tercemari ekspektasi, tidak dilukai kenyataan.
Cinta ini tidak pernah rusak, karena memang tak pernah disentuh.
"Fana, kamu tidak pernah salah karena tidak tahu.Dan aku juga tidak salah karena mencintai tanpa pamrih."
Mungkin di dunia yang lebih ideal, aku akan duduk di sampingmu, bercerita panjang tentang segala isi kepala dan hati.
Mungkin aku akan menatapmu tanpa ragu, dan kamu akan tahu segalanya.
Tapi dunia kita bukan itu. Dan kisah kita bukan tentang memiliki.
Aku bersyukur pernah bertemu kamu.
Bersyukur semesta mempertemukan kita, meski hanya sebagai perlintasan singkat di hidupmu yang panjang.
Kalau saja aku bisa ulang waktu, aku tetap akan memilih diam.
Karena dalam diam itulah aku belajar mencintai tanpa syarat.
Aku tidak menyesal.
Dan kamu tidak perlu merasa bersalah.
Karena dalam semesta kecil milikku, aku mencintaimu dengan cara paling lembut yang kutahu:
Tidak menyentuh, tidak mengganggu, hanya menjaga dari jauh.
"Di akhir semua ini, tak ada penyesalan, tak ada dendam.Hanya cinta yang tumbuh, lalu mekar sendirian—di taman yang tak pernah kau kunjungi."