Di sebuah kota yang tak pernah benar-benar tidur, Raka, seorang penulis yang mencari arah hidupnya, menemukan dirinya terjebak dalam rutinitas yang kosong. Hingga suatu malam hujan, ia bertemu Aluna, seorang seniman dengan jiwa bebas yang datang bagaikan angin segar di tengah stagnasi hidupnya.

Pertemuan mereka di Café Celestia—sebuah kafe kecil dengan denting jazz yang hangat—berkembang menjadi persahabatan yang perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam. Bersama, mereka menjelajahi kota, berbagi mimpi, dan menemukan bagian dari diri mereka yang sebelumnya tertidur.

Namun, bayang-bayang kepergian Aluna selalu menggantung. Ketika kesempatan untuk mengejar mimpinya di luar negeri datang, Raka dihadapkan pada ketakutan terbesar: kehilangan seseorang yang baru saja mengisi celah terdalam hidupnya. Ketakutan itu menciptakan jarak, menggores hubungan mereka, hingga akhirnya mereka harus merelakan satu sama lain.

Seiring waktu berjalan, Raka belajar berdamai dengan kepergian Aluna. Dari luka itu lahirlah karya-karya terbaiknya—cerita-cerita yang sarat dengan jejak Aluna. Meski jarak dan waktu memisahkan mereka, Raka menemukan bahwa pertemuan mereka telah membangunkan bagian dari dirinya yang selama ini terpendam: keberanian untuk menjalani hidup sepenuhnya.

Mimpi di Café adalah kisah tentang cinta yang tidak harus dimiliki untuk berarti, tentang pertemuan yang datang tepat ketika kita membutuhkannya, dan tentang belajar melepaskan demi membiarkan diri sendiri tumbuh.

Akhirnya, Raka menyadari bahwa semesta mempertemukan mereka bukan untuk selamanya, tetapi cukup untuk mengubah hidupnya—dan untuk itu, ia bersyukur.

Bab 1 – Raka, Rutinitas yang Hampa

Bab 2 – Aluna, Gadis di Kursi Terakhir

Bab 3 – Percakapan Tak Sengaja

Bab 4 – Hujan dan Waktu yang Melambat

Bab 5 – Percikan yang Tertinggal 

Bab 6 – Pertemuan Kedua: Takdir atau Kebetulan?

Bab 7 – Benih yang Mulai Tumbuh

Bab 8 – Dunia yang Mulai Terbuka

Bab 9 – Inspirasi yang Kembali

Bab 10 – Luka Lama yang Terbuka

Bab 11 – Rahasia Masa Depan Aluna

Bab 12 – Titik Nyaman yang Rapuh

Bab 13 – Ketakutan yang Menggerogoti

Bab 14 – Retakan Pertama

Bab 15 – Jarak yang Membeku

Bab 16 – Hujan Tanpa Kehadiran

Bab 17 – Keputusan yang Tak Terelakkan

Bab 18 – Hari-hari Terakhir

Bab 19 – Kepergian

Bab 20 – Setelah Kepergian

Bab 21 – Jalan Baru

Bab 22 – Surat dari Seberang

Bab 23 – Jejak yang Tertinggal

Bab 24 – Langkah Tanpa Bayangan

Bab 25 – Epilog: Saat Semesta Mempertemukan Kita